Jumat, 19 Maret 2010

PTSP PM

RESUME : PERATURAN PRESIDEN RI NO. 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam nageri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia (pasal 1 ayat 1)
2. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat (pasal 1 ayat 4)
3. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1 ayat 5).
4. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai Penanaman Modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1 ayat 6).
5. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabuapaten/kota (pasal 1 ayat 8).
6. Penugasan adalah penyerahan tugas, hak, wewenang, kewajiban dan pertanggungjawaban termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang dari Kepala BKPM kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah berdasarkan hak susbtitusi sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 8 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang ditetapkan dengan uraian yang jelas (pasal 1 ayat 11).
7. Penghubung adalah pejabat pada Kementrian/LPND, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota yang ditunjuk untuk membantu penyelesaian perizinan dan nonperizinan, memberi informasi, fasilitasi dan kemudahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan menteri teknis/kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban dan pertanggungjawaban yang jelas (pasal 1 ayat 12).
8. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/LPND yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan, PDPPM dan PDKPM (pasal 1 ayat 16).
9. Azas PTSP yaitu (pasal 2) :
a. Kepastian hukum
b. Keterbukaan
c. Akuntabilitas
d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara
e. Efesiensi berkeadilan
10. PTSP di bidang PM bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan nonperizinan (pasal 3).
11. Dukungan untuk ketersediaan PTSP (pasal 5 ayat 2) :
a. Sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang handal
b. Tempat, sarana dan prasarana kerja dan media informasi
c. Mekanisme kerja dalam bentuk petunjuk pelaksanaan PTSP di bidang PM yang jelas, mudah dipahami dan mudah diakses oleh penanam modal
d. Layanan pengaduan (help desk) penanam modal
e. SPIPISE
12. Urusan pemerintahan di bidang PM menjadi kewenangan Pemerintah (pasal 8) :
a. Penyelenggaraan PM ruang lingkupnya lintas provinsi
b. Urusan pemerintahah bidang PM yaitu :
1) PM terkait dengan SDA yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi
2) PM pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional
3) PM yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi
4) PM yang terkait pada strategi pertahanan dan keamanan nasional
5) PMA dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain
6) Bidang PM lain menjadi urusan peemrintah menurut UU
13. Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota (pasal 10)
14. Informasi dalam SPIPISE mencakup aplikasi otomasi proses kerja (business process) pelayanan perizinan dan nonperizinan terdiri (pasal 21 ayat 2 dan 3) :
a. Informasi publik yang dapat diperoleh publik tanpa dibatasi dengan hak akses mengenai :
1) Potensi dan peluang PM
2) Daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
3) Jenis, persyaratan teknis, mekanisme penelusuran posisi dokumen pada setiap proses, biaya dan waktu pelayanan
4) Tata cara layanan pengaduan PM
5) Peraturan perUU di bidang PM
b. Informasi mengenai penanam modal meliputi informasi atas semua dokumen elektronik, jejak dan status kegiatan penanam modal berdasar batasan hak akses
c. Informasi diberikan kepada :
1) Pejabat yang berwenang di instansi penyelenggara PTSP
2) Penanam modal atau kuasanya
3) Calon penanam modal atau kuasanya
15. Fungsi lain PTSP (pasal 32) :
a. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang PM di daerah
b. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan PM di daerah
c. Memberikan insentif daerah dan/atau kemudahan PM di daerah
d. Membuat peta PM di daerah
e. Mengembangkan peluang dan potensi PM di daerah dengan memberdayakan badan usaha
f. Mempromosikan PM daerah
g. Mengembangkan sektor usaha PM daerah melalui pembinaan PM antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan PM
h. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan PM di daerah
16. Catatan (pasal 36) :
a. Pendelegasian wewenang dari Menteri/Kepala LPND ke Kepala BKPM 6 bulan
b. Pelimpahan wewenang dari Menteri/Kepala LPND ke kepala BKPM 24 bulan
c. Penyelenggaraan kegiatan PTSP paling lambat 12 bulan
d. Perangkat pendukung PTSP paling lambat 12 bulan
e. Penyelenggaraan PTSP dengan sistem SPIPISE paling lambat 36 bulan
17. Permasalahan :
a. Kewenangan antara pusat dan daerah bagaimana kategori layak dan tidak layak
b. Perizinan dan nonperizinan berupa dokumen elektronik alat bukti hukum yang sah melalui SPIPISE
c. Hak akses tanpa batas dan batasan
d. Sragen untuk segera melakukan SPIPISE
e. SLA : service level arrangement
f. Ada pengujian sistem on-line perizinan sragen dengan SPIPISE
g. Ada petuga operator SPIPISE
h. Biaya kabupaten dengan PDKPM ke BKPM > ini timbul hak monopoli ?

UU No. 25 Tahun 2007 ttg Penanaman Modal

V. UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

1. Materi UU Penanaman Modal mengatur
a. Perlakuan terhadap penanaman modal
b. Ketenagakerjaan
c. Bidang usaha
d. Pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
e. Pengesahan dan perizinan perusahaan
f. Penyelenggaraan urusan penanaman modal
g. Kawasan ekonomi khusus
h. Penyelesaian sengketa
2. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negera Republik Indonesia (pasal 1 ayat 1).
3. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negera Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri (pasal 1 ayat 2).
4. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (pasal 1 ayat 3).
5. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat (pasal 1 ayat 10).
6. Azas penanaman modal (pasal 3 ayat 1) :
a. Kepastian hukum
b. Keterbukaan
c. Akuntabilitas
d. Perlakukan yang sama dan tidak membedakan asal negara
e. Kebersamaan
f. Efesiensi berkeadilan
g. Berkelanjutan
h. Berwawasan lingkungan
i. Kemandirian dan
j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
7. Bidang usaha penanaman modal (pasal 12 ayat 1) :
a. Semua jenis usaha/bidang usaha terbuka
b. Bidang usaha tertutup
c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan
8. Bidang usaha yang tertutup bagi PMA (pasal 12 ayat 2) :
a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang
b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan UU
9. Bidang usaha yang tertutup PMA dan PMDN kriteria (pasal 12 ayat 3) :
a. Kesehatan
b. Moral
c. Kebudayaan
d. Lingkungan hidup
e. Pertahanan dan keamanan nasional
f. Kepentingan nasional
10. Bidang usaha yang terbuka PMA dan PMDN kriteria kepentingan nasional (pasal 12 ayat 5)
a. Perlindungan sumber daya alam
b. Perlindungan pengembangan usaha mikro kecil, menengah dan koperasi
c. Pengawasan produksi dan distribusi
d. Peningkatan kapasitas teknologi
e. Partisipasi modal dalam negeri
f. Kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah
11. Penanaman modal berhak (pasal 14) :
a. Kepastian hak, hukum dan perlindungan
b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya
c. Hak pelayanan
d. Berbagai fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan per UUan
12. Kewajiban penanam modal (pasal 15) :
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
b. Melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada BKPM
d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal
e. Mematuhi semua ketentuan perUUan
13. Tanggung jawab penanam modal (pasal 16) :
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan perUUan
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan perUUan
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli dan hal lain yang merugikan negara
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja
f. Memaatuhi semua ketentuan perUUan
14. Kriteria fasilitas penananam modal (pasal 18 ayat 3) :
a. Menyerap banyak tenaga kerja
b. Termasuk skala prioritas tinggi
c. Termasuk pembangunan infrastruktur
d. Melakukan alih teknologi
e. Melakukan industri pioner
f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu
g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi
i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri
15. Bentuk fasilitas penanaman modal (pasal 18 ayat 4) :
a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu
b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri
c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu
d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untu keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu
e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat
f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau daerah kawasan tertentu
16. Fasilitas kemudahan pelayanan/perzinan (pasal 21) (dibatalkan pada tahun 2008 oleh MK No. 21-22 tgl. 26 Maret 2008 sehingga “tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat”) > karena UU Agraria No. 5 Tahun pemakaian tanah paling lama selama 30 tahun.
a. Hak atas tanah (pasal 22 ayat 1)
1) Hak Guna Usaha (HGU) > 95 tahun dengan cara 60 tahun dan 35 tahun
2) Hak Guna Bangunan (HGB) > 80 tahun dengan cara 50 tahun dan 30 tahun
3) Hak Pakai (HP) > 70 tahun dengan cara 45 tahun dan 25 tahun
b. Fasilitas pelayanan keimigrasian (pasal 23 ayat 1) diberikan :
1) Membutuhkan tenaga kerja asing
2) Membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya dan pelayanan purna jual
3) Calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal
c. Fasilitas perizinan impor (pasal 24) :
1) Barang yang tidak bertentangan dengan ketentuan perUUan yang mengatur perdagangan barang
2) Barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup dan moral bangsa
3) Barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia
4) Barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri
17. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penananam modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi atau kabupaten/kota (pasal 26 ayat 2).
18. Tugas dan fungsi BKPM (pasal 28 ayat 1) :
a. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal
b. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal
c. Menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal
d. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha
e. Membuat peta pananaman modal Indonesia
f. Mempromosikan penanaman modal
g. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal
h. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal
i. Mengkoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia
j. Mengkoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu